Follow us: Subscribe via RSS Feed Connect on YouTube Connect on YouTube
Pandumedia -Server Pulsa Murah All in One

Pandai Bersyukur, Kunci Surga

0 komentar
Ketika seorang wanita ingin punya baju bagus, perhiasan indah, tampilan  menarik, sungguh sebuah kewajaran. Secara fithrah, wanita memang senantiasa bertipe demikian. Wanita dengan tabiatnya sebagai pendamping pria, memang selalu suka berhias, berdandan dan mempercantik diri. Kesukaannya terhadap benda-benda duniawi juga cenderung lebih besar ketimbang kaum pria. Maka sungguh tidak bijak bila “fithrah” itu dihambat sedemikian rupa, atau bahkan dihentikan secara sepihak. Islam adalah agama fithrah, yang sudah pasti akan memiliki tatanan ajaran yang selaras dengan kebutuhan fihtrah.
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (Surga).” (Ali Imran : 14)

Antara Memanjakan Diri dan Mematikan Hati
Namun apa yang dikehendaki fithrah tidaklah sama dengan apa yang dimaui oleh hawa nafsu? Hal-hal yang berlebihan selalu saja berlawanan dengan fithrah itu sendiri. Sebagian istri tenggelam dalam khayalan. Mereka terlampau berlebih-lebihan dalam menuntut kesempurnaan. Dalam benaknya, pernikahan laksana surga Firdaus. Di dalamnya tak ada kepenatan, beban, ataupun kesusahan. Ia menginginkan pernikahan sesuai dengan gambaran dan fantasinya, tanpa bisa menoleransi adanya sedikit pun kesulitan.
Akhirnya, ketika sang istri berhadapan dengan kenyataan yang sarat tanggung jawab, saat ia dituntut untuk mengambil keputusan, melahirkan anak dan menghadapi berbagai macam kesulitan hidup, banyak di antara mereka yang tak sanggup menghadapinya. Tak jarang yang akhirnya berpikir bahwa ia telah keliru memilih pendamping hidup.
Betapa apa yang dialaminya, jauh di luar apa yang selama ini dibayangkannya. Di satu sisi, ia sadar bahwa ia adalah  istri yang harus melayani suami. Tapi di sisi lain,  nafsu dan syahwatnya berkubang ambisi dan fantasi yang entah kapan bisa terpuaskan. Kondisi itu pada sebagian wanita bisa memuncak menjadi depresi dan tekanan hidup yang hebat. Bahkan ia tak segan memohon cerai, hanya agar terlepas dari ikatan-ikatan yang terasa amat membelenggunya.
Salah satu faktor dominan yang menyebabkan terjadinya persepsi semacam itu, adalah kecenderungan sebagian masyarakat memetik inspirasi dari kisah-kisah roman picisan, novel-novel terjemahan, sinetron televisi atau berbagai tayangan film layar lebar.
Kisah, sinetron maupun film tersebut seringkali menggambarkan kehidupan pernikahan yang serba nyaman dan tak pernah dihinggapi masalah. Gaya hidup glamour sering digambarkan sebagai model-model kesuksesan yang patut diteladani.
Belum lagi tingkah polah selebritis yang saling berlomba mengambil simpati dengan tampilah wahnya.  Ketika istri mengendarai bahtera pernikahan, pengalaman yang ia hadapi jauh bertentangan dengan berbagai gambaran itu. Dirinya dikagetkan dengan kenyataan-kenyataan yang sebelumnya tak pernah terlintas di benaknya.
Seorang istri yang bijaksana hendaknya bersikap adil dalam memandang, tidak larut dalam mimpi atau membiarkan jiwanya menerawang ke lembah khayalan dan fantasi buta. Tak usah berlebihan dalam menuntut kesempurnaan. Kehidupan rumah tangga bukanlah sebuah gambaran sesaat. Bukan pula cerita khayalan yang direkayasa.
Ia sesungguhnya realitas yang berbaur penderitaan, angan-angan, kesenangan dan kesedihan, layaknya semua kenyataan hidup lainnya. Semua ini dapat diatasi jika bahtera kehidupan dijalani dengan memperbaiki pola beradaptasi dengannya. Seni menikmati realitas harus dipelajari setahap demi setahap. Belajar menahan derita dan kesusahan adalah seni agar hati tak mudah mati.
Bila Hasrat Belum Jadi Terwujud…
Nah, jika Anda seorang istri yang gagal mendapatkan sebagian fantasi Anda sebelum menikah, haruskan Anda mengatakan, ‘Yang namanya susah, tetap saja susah.’ Lalu Anda membiarkan diri Anda tenggelam dalam kesusahan itu? Tentu tidak demikian! Anda harus belajar untuk menahan diri, menguatkan jiwa dan rohani untuk menghadapinya.
Kekuatan memikul tanggung jawab, beban dan berbagai kesulitan merupakan faktor terbesar bagi terciptanya kebahagiaan pernikahan. Orang yang paling bahagia adalah orang yang paling mampu bersusah payah. Meski dalam realitasnya, belum tentu ia akan mengalami segala kepayahan itu. Artinya, saat Anda siap disuntik untuk berobat, Anda akan menjadi pasien yang berbahagia. Meski ternyata Anda tak harus mengalaminya.
Ukhti muslimah, saat saudari mampu menjadi istri yang tak banyak menuntut –bukan tak punya keinginan dan permintaan sama sekali–, saudari telah membuka pintu kebahagiaan untuk kehidupan rumah tangga kalian berdua.
Bagi suami, tak ada yang lebih indah dari ungkapan seorang istri, ‘Tak apa mas, namanya belum rezeki. Sabar, aku juga tak terlalu butuh kok. Yang ada ini saja sudah jauh dari mencukupi.’
Wah, sungguh itu adalah kata-kata mujarab, untuk mengobati segala kepenatan jiwa, menghilangkan pikiran yang suntuk, bahkan membangun motivasi untuk lebih giat lagi bekerja dan berusaha.
Beratkah untuk melakukannya? Tidak juga. Sebenarnya, yang dibutuhkan cuma “sesekali” sadar aja. Saat saudari berkeinginan kuat memiliki sesuatu, dan saudari melihat suami sedang berkemampuan, sampaikan saja terus terang.
Kalau suami punya beberapa kebutuhan yang sangat mendesak, tahan dulu keinginan itu. Saat sudah lapang, tak apa minta lagi. Bila dibelikan, ucapkanlah terima kasih. Meski ia adalah suami saudari dan memang sudah kewajibannya memberikan apa yang menjadi kebutuhan saudari, terima kasih itu perlu dan sangat berpengaruh menciptakan kebahagiaan di hari saudari. Jangan lupa tersenyum dan memperlihatkan wajah gembira. Tak cukup hanya senang sendiri dalam hati. Karena berbagi itu perlu, apalagi berbagi kebahagiaan.
Sepanjang permintaan itu masih dalam batas kewajaran dan suami saudari mampu, boleh saja saudari meminta. Asal jangan terus-terusan meminta. Biarpun suami mampu, dan permintaan itu sederhana, “sesekali” menahan diri itu perlu.
Kalau “sesekali” itu bisa saudari lakukan lebih banyak, akan lebih baik lagi. semakin banyak, semakin baik pula. Syukur-syukur, suami saudari memiliki pengertian mendalam, sehingga tanpa minta pun saudari sering dibelikan apa yang saudari suka. Itu akan lebih baik, karena nilai ketulusannya lebih banyak.
Dan yang terpenting, hal itu akan lebih mengurangi beban pikiran suami, yang bisa jadi tak saudari ketahui secara pasti. Terkadang, bisa jadi suami saudari menahan diri untuk tidak memberitahukan kebutuhannya, demi kebahagiaan saudari.
Menahan diri sesekali itu, jelas banyak hikmahnya, apalagi bila terjadi berkali-kali. Cara itupun memiliki seni tersendiri, yang kalau saudari kuasai penuh, niscaya akan menjadi sumber kepuasan tersendiri. Puasa mengajarkan kita untuk itu. Bayangkan, makan dan minum yang sudah jadi kebiasaan sehari-hari, belum lagi hubungan seks yang menjadi “primadona” dalam kehidupan duniawi, harus “dihentikan” dalam beberapa jam!
Itulah sebabnya, puasa berpahala besar, dan Allah menjanjikan banyak hal bagi yang melakukannya demi mencari keridhaan Allah,
مَا مِنْ عَبْدٍ يَصُومُ يَوْمًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا بَاعَدَ اللَّهُ بِذَلِكَ الْيَوْمِ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا
“Setiap hamba yang berpuasa satu hari di jalan Allah, akan Allah pisahkan jarak antara dirinya dengan Neraka sejauh tujuh puluh musim gugur (70 Tahun).” [1]
Seorang istri, hendaklah tetap bersyukur meskipun musibah menimpanya, sebagai tanda terima kasihnya kepada Allah atas takdir yang ditentukan kepadanya. Apalagi bila kenyataannya, ia juga banyak menerima kesenangan, dan kesulitan itu justru dirasakan olehnya sesekali saja. Ia harus menjaga amarah, jangan banyak mengeluh dan memerhatikan adab-adab dalam menghadapi segala wujud musibah. [2]
Seorang istri hendaknya menyadari bahwa suami adalah penyebab lahirnya keturunan. Anak adalah nikmat yang sangat agung. Seandainya laki-laki tidak memiliki kelebihan kecuali hanya nikmat ini, maka cukuplah kelebihan itu untuk disebutkan.
Ar-Raafi’i menjelaskan, “Sekalipun istri sengsara karena suaminya, sungguh suami telah membahagiakannya karena ia menjadi penyebab lahirnya keturunan. Karenanya, kelebihan ini saja sudahlah cukup menjadi kelebihan dan kenikmatan.” [3]
Rasulullah shollallohu ‘alaih wa sallam bersabda, “Saya melihat  kebanyakan penghuni neraka adalah kaum wanita.” Para sahabat bertanya, “Mengapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Mereka mengingkari keluarga dan kebaikan-kebaikan suami. Jika sekiranya engkau berbuat baik kepadanya, lalu ia melihat sedikit kekurangan darimu, maka ia berkata: ‘Saya tidak melihat suatu kebaikan darimu sama sekali’.” [4]
Jadilah wanita yang pandai bersyukur.  Jadilah Ahli Surga….
(Ust. Abu Umar Basyir)
Continue reading >>

Cintaku Seujung Kuku

0 komentar
Ketika seseorang yang sudah lama menikah ditanya, sebesar apakah cintamu pada pasanganmu? Seringkali dia menjawab, “Tidak tahu.” Kadang-kadang malah ditambah, “Bahkan aku tak tahu apakah masih mencintainya atau tidak….” Padahal dulu, ketika masih pengantin baru, dia merasa sangat mencintai istri atau suaminya...

Memang, banyak orang yang saat awal menikah begitu mencintai pasangannya, namun seiring berjalannya waktu, cintanya kian
surut, dan memudar. Rumah tangga jadi terasa hampa. Semuanya dilakukan hanya sebagai rutinitas, tak bermakna, dan hati pun jauh dari bahagia.
Kita tentu tak ingin, yang seperti itu terjadi dalam rumah tangga kita. Akan tetapi…jika rasa cinta kita pada pasangan benar-benar kian memudar, adakah resep mujarab yang bisa menumbuhkannya kembali? Tentu saja ada! Bukankah di antara pasangan yang sudah bercerai saja banyak yang masih bisa rujuk? Apalagi yang belum bercerai!
Resep itu bagaikan air yang disiramkan pada tanaman yang layu. Menjadikan tanaman itu tegak dan segar kembali. Resep itu begitu mudah dan sederhana. Semua orang bisa melakukannya. Hanya saja, tidak semua orang mau melakukannya. Karena, untuk melakukannya diperlukan ketulusan. Rasa ego dan gengsi yang bersemayam dalam hati pun harus dibuang. Apakah Anda siap dengan semua itu? Anda harus siap, bila ingin menyelamatkan istana cinta yang sudah Anda bangun dengan susah payah.
Menyegarkan Cinta yang Kian Pudar
Cinta itu seperti tanaman. Harus selalu disiram, dipupuk dan dirawat, agar tumbuh segar, bersemi, dan berbunga. Inilah beberapa resep yang bisa diandalkan untuk menumbuhkan kembali cinta Anda berdua.
1. Berhiaslah untuknya.
Kita semua tentu senang melihat suami atau istri yang selalu tampil menarik. Berhias, tidak selalu identik dengan make up. Tampillah di hadapan pasangan Anda dengan wajah yang ceria, rambut yang rapi, pakaian yang bersih dan sedikit parfum.
Untuk para suami, hendaknya ketika akan pulang dari bepergian memberi tahu istrinya lebih dulu, agar ia bisa bersiap-siap menyambut suaminya.
Dalam sebuah hadits, Jabir z berkisah, “Kami pernah bersama Nabi n dalam suatu peperangan. Ketika kami kembali ke Madinah, kami segera untuk masuk (ke rumah guna menemui keluarga). Maka beliau bersabda, ‘Bersabarlah sampai engkau memasuki pada waktu malam -yakni waktu isya’- agar wanita-wanita yang kusut dapat bersisir dan wanita-wanita yang ditinggal lama dapat berhias diri.’” (Muttafaq Alaihi). Menurut riwayat Bukhari: “Apabila salah seorang di antara kamu lama menghilang, janganlah ia mengetuk keluarganya pada waktu malam.”
2. Beri dia kejutan/hadiah
Sekali-kali, berikan hadiah atau kejutan pada pasangan Anda. Pilih barang yang sangat disukainya, atau memang dibutuhkannya. Dari pakaian dalam, kaos atau daster, baju koko atau jubah, atau apa saja, tergantung berapa yang Anda anggarkan. Hadiah adalah salah satu wujud perhatian Anda pada pasangan. Itu akan bisa menyenangkan hatinya, dan menyuburkan rasa cintanya pada Anda.
Bisa juga Anda membawakan oleh-oleh yang istimewa sepulang dari bepergian. Misalnya makanan atau barang yang khas dari daerah yang baru saja Anda kunjungi.
3. Ciptakan kemesraan bersamanya.
Belajarlah dari kemesraan Rasul n kepada istri-istrinya.
- Sering-seringlah mencium atau memeluknya.
Dari Aisyah x bahwa Nabi n mencium sebagian istrinya kemudian keluar menunaikan shalat tanpa berwudlu dahulu. (Riwayat Ahmad, dinilai lemah oleh Bukhari)
Dalam hadits lain, Ummul Mukminin Aisyah berkata, “Salah seorang di antara kami apabila haid dan Nabi Muhammad n ingin memeluknya, beliau menyuruhnya untuk berkain pada saat haidnya, kemudian beliau memeluknya.” Aisyah berkata, “Siapakah di antaramu yang dapat mengendalikan syahwat nya sebagaimana Nabi Muhammad n mengendalikan syahwat beliau?” (Riwayat Bukhari)
Dari hadits di atas tentu kita tahu, sekadar peluk cium tidak mesti diakhiri dengan jima’. Semua itu dilakukan untuk menunjukkan cinta kasih beliau kepada istrinya. Seorang wanita yang diperlakukan seperti itu, akan semakin yakin kalau ia benar-benar dicintai oleh suaminya.
- Mengajak/mengundi istrinya bila bepergian.
Aisyah x berkata, Rasulullah n bila ingin bepergian, beliau mengundi antara istri-istrinya, maka siapa yang undiannya keluar, beliau keluar bersamanya. (Muttafaq Alaihi)
Mengajak istri untuk bepergian adalah sunnah. Karena dengan mengajak istri, suami akan lebih “terjaga” dalam perjalanannya. Bukankah akan ada bermacam fitnah dan godaan yang akan dia lihat selama dalam perjalanan? Dengan membawa istri, ia akan merasa lebih tenang. Istri pun akan senang, karena bepergian bersama suami bisa menjadi ajang refreshing baginya.
- Mandi bersama.
Ini juga bukan hal tabu bagi suami istri, karena bisa menambah kemesraan di antara keduanya. Rasulullah n juga pernah mandi bersama istrinya dengan satu bejana.
- Mengajak lomba.
Dalam sebuah hadits dari Aisyah dikisahkan, bahwa Rasulullah n pernah mengajak Aisyah berlomba lari. Ketika Aisyah masih kurus, istri tercinta Nabi itu memenangkannya. Saat Aisyah badannya gemuk, Nabilah yang menang. Lihatlah, betapa Nabi n bukanlah suami yang “selalu serius” terhadap istrinya. Beliau tidak hanya memberikan perintah dan larangan, tapi juga mengajaknya bersantai dan bermain-main.
- Rebahan di pangkuan istri.
Aisyah x berkata, “Nabi Muhammad n. bersandar di pangkuanku, padahal aku sedang haid, kemudian beliau membaca al-Quran.” (Riwayat Bukhari)
4. Ingat-ingat kebaikannya. Lupakan dan maafkan keburukan dan kesalahannya.
Allah l berfirman, “Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka (istri-istri kamu), (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (an-Nisa’: 19)
Demikian juga para istri, hendaknya bersabar bila menemui hal-hal yang kurang disukainya dari suaminya.
5. Berpikirlah positif.
Berpikirlah bahwa dialah yang terbaik bagi Anda. Jangan membandingkan dirinya dengan orang lain. Bukankah Anda sendiri tidak suka dibanding-bandingkan?
Ingatlah firman Allah l, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (al-Baqarah: 216)
6. Ingat saat awal menikah.
Masa-masa bulan madu, saat awal menikah begitu mengesankan. Ingat-ingatlah masa itu, dan jangan biarkan berlalu tanpa bekas. Sekali tempo, ajaklah pasangan Anda napak tilas ke tempat-tempat romantis atau sekedar warteg yang pernah Anda kunjungi saat pengantin baru.
7. Jangan hanya menuntut hak, namun melalaikan kewajiban.
Hak dan kewajiban sebagai pasutri harus dilaksanakan secara seimbang. Tidak boleh masing-masing hanya menuntut haknya, sedangkan kewajibannya dilalaikan. Di antara hak suami atas istri ialah tidak menjauhi tempat tidur suami dan memperlakukannya dengan benar dan jujur, mentaati perintahnya dan tidak keluar (meninggalkan) rumah kecuali dengan izin suaminya, tidak memasukkan ke rumahnya orang-orang yang tidak disukai suaminya. Di antara kewajiban suami terhadap istrinya adalah memberinya nafkah, melindunginya dan mempergaulinya dengan baik.
8. Berdoa.
Lengkapilah usaha Anda dengan doa. Mohonlah kepada Allah l, agar menurunkan sakinah, mawaddah wa rahmah dalam rumah tangga Anda. Pilihlah waktu-waktu yang mustajab untuk berdoa. Misalnya sepertiga malam terakhir, di waktu safar (bepergian), antara adzan dan iqomat, dan pada hari Jumat setelah asar.
Agar doa Anda segera dikabulkan, mungkin Anda perlu mengamalkan hadits berikut ini:
“Barangsiapa ingin agar doanya terkabul dan kesulitan-kesulitannya teratasi, hendaklah dia menolong orang yang dalam kesempitan.” (Riwayat Ahmad)
Kini, kalau ditanya seberapa besar cinta Anda pada pasangan, Anda bisa menjawab, “Cintaku…seujung kuku.” Kecil sih, tapi terus tumbuh…meski sering dipotong dan dirapikan. Tentu saja, itu cuma bercanda! (Oel)

Continue reading >>
 
Blognya Zein © Copyright 2012. All Rights Reserved.
Created by: George Robinson.
Proudly powered by Blogger.
imagem-logoBack to TOP